Mati di lumbung padi
Tampaknya
istilah itu memang paling tepat untuk menggambarkan kondisi negara kita
belakangan. Bagaimana tidak,Indonesia yang luasnya membentang dari timur
kebarat dari sabang sampai merauke,yang dikaruniai begitu banyak kekayaan alam
seperti minyak bumi,batu bara, pohon/kayu, tanah yang luas membentang sangat
subur ,perairan yang demikian kaya dengan hasil perikanan. Tetapi pada
kenyataannya pada semua aspek belakangan ini kita mengalami kekurangan:beras impor,kedele impor,sapi impor,minyak
impor,jagung impor, gandum impor. Bagaimana tidak ironis jika disamping
pemandangan kilang-kilang minyak raksasa dibalikpapan,penduduk antri berderet
hanya sekedar untuk mendapatkan 2 atau 3 liter minyak tanah.
Kita
juga tidak tahu dimana salah dari semuanya. Bagaimana mungkin ditanah Indonesia
yang katanya kayu pun kalau dilempar akan menjadi tanaman ternyata hampir
menjadi pengimpor beras terbesar didunia. Begitu pun dengan produksi minyak
yang hampir 1 juta barel ternyata kita pun masih harus mengimpor minyak mentah.
Ternyata itu semua tidak lepas dari kebijakan2 yang tidak mendukung terhadap
pengembangan kemandirian kita dalam segala aspek tadi.
Dalam sektor pertanian tidak ada dukungan yang
memadai terhadap bagaimana agar petani bersemangat menanam padi jagung, kedele, dan sebagainya. Bagaimana mungkin petani akan semangat menanam
padi atau kedele jika ternyata hasil panennya tidak sebanding dengan ongkos
produksi yang sudah dikeluarkan. Harga gabah kering 2 ribu perkg sementara itu
biaya produksi sudah 5 ribu per kg. Istilahnya dari pada kerja tetapi rugi kan
lebih baik kita tidak melakukan apa-apa. Maka yang terjadi beralihlah mereka
menanam tanaman2 lain semisal sayur mayur, singkong atau tanaman lain yang lebih prospektif. Dampaknya jika
pendapat satu petani itu sama dengan pendapat ribuan atau bahkan jutaan petani
Indonesia maka yang akan terjadi adalah hancurnya jumlah produksi beras
nasional dan pada saat hal itu memuncak terjadilah krisis pangan dimana harga
beras atau kedele atau jagung melambung 3 atau 4 kali lipat.
Disektor
perminyakan yang terjadi adalah bahwa kita ternyata harus membeli minyak kita
sendiri dari perusahaan minyak yang mengeksploitasi minyak dari bumi negara
kita sendiri. Lucu sekali kan bagaimana mungkin kita ternyata harus membeli
minyak dari perusahaan minyak semisal exxon, total dan sebagainya. UU PMA
memang pada akhirnya menjadi buah simalakama buat kita. Pada saat kita
menginginkan untuk mendapat hasil dari bumi kita dengan memperbolehkan
ekploitasi terhadap kekayaan alam kita oleh PMA tetapi karena
perundang-undangan yang mengaturnya ternyata memperbolehkan penguasaan hasil
sampai 90 % dari hasil yang diperoleh. Jadi kalau ada hasil 1 triliun alias
1000 milyar hanya 100 milyar yang merupakan bagian kita sementara yang 900
milyar lari dibawa oleh investor dari luar negeri itu. Begitulah yang terjadi
pada hasil batu bara kita,minyak bumi kita,emas kita,perak kita dan hasil-hasil
tambang lainnya dengan persentase yang mirip-mirip saja. Sementara pertamina
sebagai perusahaan nasional hanya menguasai tak lebih dari 10 persen saja hasil
perminyakan nasional.Jadi jangan heran jika ditengah melambungnya harga minyak
sekarang tidak ada keuntungan apa-apa yang bisa di dapatkan oleh keuangan
negara kita. Terlebih dengan UU Migas baru yang memperbolehkan perusahaan
multinasional semisal exxon membuka industri hilir disektor minyak,jadi jangan
heran petronas atau caltex dan segera disusul perusahaan lain membuka POM
Bensin dikota-kota di Indonesia. Jadilah benar-benar kita harus jadi tamu
dinegeri sendiri
Berdasar
kejadian didua sektor itu saja kita bisa melihat bahwa sebenarnya negara kita
mempunyai kekayaan alam yang luar biasa dan punya potensi yang luar biasa juga
untuk berkembang. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana manusianya mengelola
semua potensi itu agar bisa memberikan hasil yang sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyatnya. Tanpa perubahan perilaku pengelolaan negara maka yang
terjadi adalah terkurasnya seluruh hasil alam tanpa perubahan apapun terhadap
kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia dan kita tetap akan mati
dilumbung padi sekalipun padi itu ada berserakan disekeliling kita.
Melihat kondisi negara kita
dewasa ini kita sangat sedih sekali. Hampir di semua sektor terjadi
penyimpangan.
Pelayanan Publik
Dalam hal ini korupsi
terjadi dimana-mana. Dari mulai urus ktp di rt sampai urusan mau jadi presiden
semua harus dengan uang. Tanpa uang sabun jangan harap urusan lancar maka pemeo
ADUL(ada uang urusan lancar)sudah sangat terkenal sekali. Memang demikianlah
nyatanya, tanpa uang jangan harap urusan kita apa pun itu bisa cepat.Dalam
pengurusan. Birokrasi berjalan sangat lamban tanpa uang. Dampaknya ekonomi
biaya tinggi terjadi karena semua harus di selesaikan dengan uang. Jika nilai
proyek 1 M, maka sebenarnya realitanya paling banter adalah 60 % nya. Yang 40 %
harus berputar kebeberapa tangan, dari mulai potongan wajib 10 % untuk pejabat
tertinggi, uang foto copy, uang pelaksana, dan banyak lagi jenis uang lainnya.
Ditambah dengan keuntungan yang di ambil oleh pengusaha habislah nasib proyek
untuk kepentingan rakyat itu. Yang terjadi kemudian jalan atau jembatan atau
bangunan yang di kerjakan menjadi berkualitas rendah, baru sebulan di bangun
sudah harus di rehab kembali.
Hukum
Hukum di negara ini sangat
membedakan antara terhadap si kaya dan si miskin, terhadap yang beruang dan
yang tidak. Maka hukum cenderung tebang pilih, tidak duduk sama tinggi duduk
sama rendah tapi duduk sama rendah berdiri tinggi saya. Maka banyak kasus-kasus
besar dengan uang besar bisa lolos begitu saja, sementara kasus kecil dengan
uang kecil harus rela berlama-lama mendekam di balik dinginnya bilik jeruji besi.
Kongkalikong terjadi di semua level. Dari mulai penangkapan, penuntutan,
pemutusan, semua bisa di atur.Sangat wajar jika ada sebuah survei yang
menyebutkan hanya 10 % orang yang masih percaya bahwa hukum berlaku adil
terhadap semua lapisan masyarakat.Artinya dari 10 hanya 1 yang percaya bahwa
hukum adil
Moral
Kehancuran moral sudah
bukan hal yang aneh. Moralitas bangsa kita telah jatuh ketitik yang sangat
rendah sekali. Kebiasan mengghibah orang lain jadi trend, bahkan jadi bisnis
yang bernilai triliunan. Koran dan majalah yang berisi pornografi dan klenik
laku keras. Jadilah semakin banyak yang makin pintar berpornografi dan makin
pintar orang menipu dan membohongi seperti ulah dukun-dukun yang ada di
majalah-majalah klenik itu.
Sosial
Kerukunan sosial tidak ada
lagi. Kerusuhan sosial begitu mudah di sulut oleh
hal-hal sepele. Penghakiman massa bukan hal yang aneh. Hanya karena urusan
rokok orang akan bisa membunuh. Nelayan dari daerah berbeda bisa saling
melarang melaut mencari ikan di wilayahnya. Begitu pun pelamar pekerjaan atau
cpns dari daerah yang berbeda pun akan di larang. Bahkan yang paling parah
untuk bepergian dari daerah satu kedaerah yang lain dia harus punya pula ktp
baru.
Kekayaan Alam
Kekayaan alam milik seluruh
rakyat tapi pada kenyataannya kekayaan alam itu hanya di nikmati oleh
segelintir orang, segelimtir pengusaha dan lebih ironis lagi pengusaha itu pun
buka pengusaha lokal tetapi pengusaha multinasional yang terus mencengkeram
kekayaan bumi indonesia, menyedotnya dan mengalirkannya ke luar dari bumi kita
tercinta. Sementara kita tinggal gigit jari dan mendapatkan sisa berupa debu
yang beterbangan, banjir, lumpur sebagai dampak eksploitasi alam yang demikian
dahyat. Kekayaan alam kita ini tampaknya benar-benar hanya bertempatkan di
negara kita, sementara pemiliknya adalah kaum kaya dan pengusaha asing yang
berada nun jauh di sana. Bayangkan minyak 90 % di kuasai asing, gas 85 %, entah
dengan yang lain seperti batu bara, emas, dll. Padahal seandainya uang
triliunan rupiah tersebut di kelola negara dan di bagikan ke rakyat maka
alangkah akan sejahteranya rakyat kita
Jika kondisi demikian
sekarang ini terus terjadi, dan tampaknya akan terus terjadi karena tidak ada
tanda-tanda akan ada perubahan model pengelolaan negara dalam waktu dekat, maka
jelas bahwa negara kita ini benar-benar akan menjadi negara yang gagal, minimal
gagal mensejahterakan rakyatnya