PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sistem
pendidikan nasional yang didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia. Setiap satuan
pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu
pendidikan sebagaimana diamanatkan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 19 tahun 2005. Penjaminan mutu pendidikan ini bertujuan untuk memenuhi atau
melampaui Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Setiap satuan
pendidikan beserta seluruh komponen didalamnya memiliki tanggungjawab dalam
peningkatan dan penjaminan mutu pendidikan. Peningkatan mutu di satuan
pendidikan tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya budaya mutu pada
seluruh komponen satuan pendidikan. Untuk peningkatan mutu sekolah secara utuh
dibutuhkan pendekatan yang melibatkan seluruh komponen satuan pendidikan (whole
school approach) untuk bersama-sama memiliki budaya mutu. Agar penjaminan
mutu dapat berjalan dengan baik di segala lapisan pengelolaan pendidikan telah
dikembangkan sistem penjaminan mutu pendidikan yang terdiri dari Sistem
Penjaminan Mutu Internal (SMPI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SMPE).
Sistem
penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh
seluruh komponen dalam satuan pendidikan disebut sebagai SPMI. SPMI mencakup
seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai
sumberdaya untuk mencapai SNP. Sistem penjaminan mutu ini dievaluasi dan
dikembangkan secara berkelanjutan oleh satuan pendidikan dan juga ditetapkan
oleh satuan pendidikan untuk dituangkan dalam pedoman pengelolaan satuan
pendidikan serta disosialisasikan kepada pemangku kepentingan satuan
pendidikan. Agar pelaksanaan SPMI dapat dilakukan oleh seluruh satuan
pendidikan dengan optimal, perlu dikembangkan satuan pendidikan yang akan
menjadi model penerapan penjaminan mutu pendidikan secara mandiri, yang
selanjutnya disebut sekolah model, sebagai gambaran langsung kepada satuan
pendidikan lain yang akan menerapkan penjaminan mutu pendidikan sehingga
terjadi pola pengimbasan pelaksanaan penjaminan mutu hingga ke seluruh satuan
pendidikan di Indonesia.
Pelaksanaan
penjaminan mutu pendidikan membutuhkan keterlibatan seluruh komponen sekolah.
Pembinaan akan dilakukan dengan pendekatan partisipatif yang melibatkan seluruh
komponen pemangku kepentingan sekolah yaitu pengawas sekolah, kepala sekolah,
guru, tenaga kependidikan, komite sekolah, orangtua dan siswa.
Pengelolaan
sekolah menjadi tanggungjawab pemerintah daerah, sehingga dukungan pemerintah
daerah sangat diperlukan saat LPMP melakukan pembinaan terhadap sekolah
tersebut, karena setelah sekolah tersebut mampu melaksanakan penjaminan mutu
pendidikan secara mandiri, sekolah akan berada dalam pembinaan pemerintah
daerah.
Sekolah model
akan dibina bersama sama oleh LPMP dibantu oleh fasilitator daerah. Pembinaan
yang diterima oleh sekolah dalam bentuk pelatihan, pendampingan, supervisi
serta monitoring dan evaluasi. Pembinaan tersebut dilakukan hingga sekolah
tersebut mampu melaksanakan penjaminan mutu pendidikan secara mandiri.
Dalam
menambah wawasan pengelola pelaksanaan Pengembangan Sekolah Model di LPMP
Kalimantan Timur, maka perlu adanya pembelajaran pelaksanaan pengembangan
sekolah model yang berkelanjutan di daerah lain yaitu di LPMP Yogyakarta yang
dapat digunakan sebagai acuhan pengembangan tahun yang akan datang.
B.
Dasar Hukum
a.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
c.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan;
d.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional nomor 49 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan;
e.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan;
f.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
g.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 37 Tahun 2012 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan;
h.
DIPA
LPMP Kalimantan Timur tahun 2016
C.
Maksud dan Tujuan
Pelaksanaan kegiatan bertujuan:
1.
Memberikan pemahaman
kepada pengelola program pengembangan sekolah model dan pegawai LPMP Kalimantan
Timur lain tentang Program Sekolah model di LPMP Yogyakarta.
2.
Menambah keterampilan
dengan melihat mekanisme pelaksanaan sistem Penjaminan Mutu Internal di sekolah model Yogyakarta.
3.
Melihat Mekanisme
Pemetaan mutu di sekolah dan penyusunan rencana pemenuhan mutu serta
pelaksanaan pemenuhan mutu di sekolah model Yogyakarta.
4.
Melihat mekanisme pendampingan
, pengimbasan sekolah model serta
monitoring dan evaluasi di sekolah model Yogyakarta
D. Hasil yang
Diharapkan
Hasil yang
diharapkan dari pelaksanaan Banchmarking Sekolah Model adalah:
1.
Pendalaman pemahaman tentang pengembangan sekolah model dan bagaimana
menerapkan siklus penjaminan mutu internal mulai dari memetakan mutu,
perencanaan peningkatan mutu, implementasi peningkatan mutu, monitoring dan
evaluasi hingga penetapan standar baru serta strategi baru.
2.
Penguatan tentang bagaimana menjalankan pengelolaan dan
pembelajaran sekolah yang ideal serta bagaimana cara meningkatkan kualitas
pengelolaan dan pembelajaran di sekolah
3.
Pendalaman bagaimana melakukan pendampingan dan pengimbasan
praktek penjaminan mutu internal kepada sekolah lain.
PELAKSANAAN
KEGIATAN
A. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan kegiatan Benchsmarking Pengembangan
sekolah model LPMP Kalimantan Timur ke LPMP Yogyakarta di laksanakan pada tanggal
19 sd 23 Desember 2016. Tempat
pelaksanaan kegiatan yaitu di LPMP Yogyakarta dan Sekolah model binaan LPMP
Yogyakarta yaitu SMAN 1 Kalasan, Kab. Sleman Yogyakarta
B. Sasaran
1. LPMP Yogyakarta
2. Sekolah Model binaan LPMP Yogyakarta,
yaitu SMAN 1 Kalasan, Kab. Sleman Yogyakarta
HASIL
PELAKSANAAN KEGIATAN
Pengembangan
sekolah model dalam rangka program penjaminan mutu pendidikan
di setiap satuan pendidikan merupakan tugas LPMP.
Salah
satu
bentuk
kegiatan
dalam
program
penjaminan mutu tersebut adalah peningkatan
kualitas pengelola program dalam pemahaman mengenai pengembangan sekolah model.
Kegiatan Benchsmarking
Sekolah Model di harapkan dapat menambah wawasan pengelola program dalam
pelaksanaan program di tahun mendatang. diharapkan dapat menghasilkan informasi penting terkait dengan
keterlaksanaan dan permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan implementasi SPMI.
Melalui
Benchsmarking Sekolah Model ini juga diharapkan permasalahan-permasalahan yang terjadi selama
pelaksanaan pengembangan sekolah
model dapat dipecahkan dengan baik melalui sharing dengan LPMP
Yogyakarta dan melihat secara langsung pelaksanaan sekolah model di SMAN 1
Kalasan, Sleman Yogyakarta.
A.
Pelaksanaan
Kegiatan Pengembangan Sekolah Model LPMP Yogyakarta
Kegiatan pengembangan sekolah model
di LPMP Yogyakarta telah berlangsung dengan baik sebagaimana pengembangan
sekolah model di LPMP Kalimantan Timur. LPMP Yogyakarta mempunyai sekolah model
sebanyak 4 sekolah di setiap Kab/Kota untuk masing masing jenjang SD, SMP, SMA
dan SMK sehingga sekolah model hanya berjumlah 20 untuk 5 Kab/Kota di
Yogyakarta, ditambah sekolah imbas sebanyak 5 untuk masing masing sekolah model
atau 100 sekolah imbas. Jumlah ini berbeda jauh dengan jumlah sekolah model di
LPMP Kalimantan Timur yang berjumlah 216 untuk 15 Kab/Kota di Propinsi
Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Jumlah Imbas sebanyak 604 sekolah atau 3
sekolah setiap sekolah model.
LPMP Yogyakarta juga telah melaksanakan kegiatan kegiatan
pengembangan sekolah model sesuai dengan juknis dari pusat seperti melakukan
Workshop, pendampingan dan pengimbasan.
Pemetaan Mutu Satuan
pendidikan
Pemetaan
mutu menjadi hal yang sangat penting di lakukan sekolah karena menjadi siklus
pertama bagi 5 siklus SPMI. Dalam kegiatan pemetaan mutu di lakukan
identifikasi terhadap setiap kelebihan atau kekurangan sekolah dengan instrumen
yang di pergunakan dapat dari instrumen EDS, atau instrumen akreditasi sekolah
dan instrumen lainya. Menetapkan
permasalahan dan akar permasalahan yang dihadapi oleh sekolah terkait pemenuhan
SNP berdasarkan indikator kondisi sekolah yang capaiannya kurang dari standar .
Dilakukan analisis terhadap hasil pemetaan,
proses pengolahan dan analisis data sesuai dengan hasil untuk mengidentifikasi hal yang perlu
diperbaiki untuk pemenuhan mutu pendidikan.
Dalam pelaksanaan pemetaan LPMP Yogyakarta melakukan pemetaan bukan dengan
instrumen pemetaan yang di lakukan oleh Dikdasmen, tetapi dengan aplikasi
instrumen tersendiri dengan alasan ketiadaan waktu bila harus menunggu hasil
pengisian instrumen PMP dari pusat. Sekolah model melakukan pengisian instrumen
bersama sama dengan LPMP untuk kemudian bersama sama di lakukan analisis
terhadap kondisi sekolah, di mana kekurangan dan kelebihan sekolah untuk
kemudian di susun rencana pemenuhan mutu. LPMP Yogyakarta memfasilitasi
pemetaan ini agar sekolah benar benar dapat melihat diri sendiri secara jujur
sehingga hal yang masih menjadi kekurangan dapat benar benar terlihat dan
kemudian dilakukan perbaikan.
Penyusunan Rencana
Pemenuhan Mutu
Setelah pemetaan di lakukan LPMP Yogyakarta juga
melakukan pendampingan melalui penyusunan Rencana pemenuhan mutu oleh sekolah
binaan. Rencana pemenuhan mutu adalah langkah kedua dalam siklus SPMI, yakni
menyusun perencanaan berdasarkan hasil pemetaan yang sudah di lakukan. Dalam
penyusunan perencanaan di hal hal yang masih menjadi kelemahan sekolah, dalam
standar nasional pendidikan di lakukan perencanaan untuk perbaikan. Hasil dari
langkah kedua ini adalah adanya dokumen dokumen semacam RKS, RKT, RKJM, dokumen
1.
Pemenuhan dan
peningkatan mutu berdasarkan SNP dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu (1) mutu
pengelolaan sekolah dan (2) mutu kurikulum dan pembelajaran. Merupakan
kelanjutan dari perencanaan yang sudah di laksanakan. Untuk Pelaksanaan
implementasi harus disediakan juga tools atau perangkat pendukung seperti
adanya dokumen kebijakan mutu, manual mutu, instruksi kerja dan ketersediaan
borang/formulir formulir pendukung. LPMP Yogyakarta melakukan penjaminan mutu
dengan tools yang biasa di pergunakan dalam sistem manajemen berbasis ISO,
sehingga semua di lengkapi dengan formulir formulir dan dokumen dokumen. Sistem
manajemen berbasis ISO ini menghendaki untuk selalu mendokumenkan semua hal
yang di lakukan dalam manajemen, maka semua yang di lakukan harus di catat dan
semua yang di catat harus di lakukan.
Pelaksanaan Evaluasi
diri menjadi siklus berikutnya dari SPMI setelah implementasi. Yaitu untuk
melihat sejauh mana capaian pelaksanaan program pemenuhan mutu yang sudah di
laksanakan oleh sekolah dalam pengelolaan manajemen atau dalam pengelolaan
pembelajaran. Audit mutu ini bisa di laksanakan bila sekolah model telah
menjalankan system manajemen mutu dalam jangka yang lama, untuk sekolah baru
belum bisa di lakukan pendampingan menyangkut audit mutu internal karena
implementasi pemenuhan mutu baru bisa di laksanakan di tahun berikutnya.
Sehingga bila pemetaan dan penyusunan rencana pemenuhan mutu di susun di tahun
2016 maka tahun 2017 baru bisa di lakukan audit mutu internal atau pemetaan
untuk siklus berikutnya.
Pembentukan
Tim SPMI Sekolah
Pembentukan tim system penjaminan mutu internal di
sekolah dimaksudkan untuk melaksanakan SPMI di sekolah, secara garis besar di
pimpin oleh Kepala Sekolah dan tenaga PTK yang di tunjuk. tim SPMI ini bertugas
menjalankan segala aspek berkait pelaksanaan SPMI dari proses pemetaan ,
Perencanaan pemenuhan mutu, implementasi pemenuhan mutu, evaluasi dan penetapan
standar baru oleh sekolah. Tugas mereka antara lain menyiapkan dokumen dokumen
pelaksanaan dan dokumen evaluasi serta format format pendukung implementasi dan
evaluasi. LPMP Yogyakarta sangat menekankan kepada pembentukan tim SPMI di
sekolah agar ada tim di sekolah yang bergerak mengurusi system penjaminan mutu
di sekolah. Dengan pembentukan tim ini di harapkan sekolah dapat
mengimplementasikan SPMI sedikit demi sedikit, melengkapi system manajemen,
melengkapi dokumen dokumen dan formulir formulir dari Kebijakan mutu, manual
mutu, prosedur mutu, instruksi kerja sampai borang borang yang di pergunakan.
Pendampingan Sekolah Model/Pengimbasan ke sekolah Imbas
Sekolah model di harapkan dapat menjadi sekolah
contoh bagi pelaksanaan SPMI terhadap sekolah lain. Namun sekolah mempunyai
kewajiban untuk mengimbaskan pelaksanaan SPMI kepada sekolah lain di
sekitarnya. LPMP Yogyakarta melakukan pendampingan selama beberapa kali dalam
setahun. Impelementasi pengembangan sekolah model di lakukan selama masa
minimal 3 tahun karena berdasarkan pengalaman LPMP Yogyakarta sekolah baru bisa
menjalankan mandiri setelah masa minimal 3 tahun. Sekolah model melakukan pendampingan terhadap 5 sekolah imbas , sekolah
sekolah di sekitarnya agar dapat pula melakukan dan menerapkan SPMI.
B.
Pelaksanaan
Kegiatan Pengembangan Sekolah Model SMAN 1 Kalasan, Kab. Sleman Yogyakarta
SMAN 1 Kalasan adalah salah satu
sekolah model binaan LPMP Yogyakarta. Benchsmarking ke SMAN 1 Kalasan di
maksudkan untuk melihat sejauh mana implementasi pengembangan sekolah model
sudah di laksanakan.
Profil
SMAN 1 Kalasan
SMAN 1 Kalasan mempunyai tenaga
pendidik sebanyak 55 orang(PNS:35, S2:11), tenaga kependidikan sebanyak 20
orang(PNS: 5). Jumlah siswa 670 anak dengan jumlah rombel 24 kelas. Nilai
akreditasi SMAN 1 Kalasan sangat tinggi yakni mencapai 99,03 dengan nilai
integritas pelaksanaan UN sebesar 92,47 yang juga berkategori tinggi. SMAN 1
Kalasan selama ini juga telah menerapkan manajemen ISO 9001 – 2008. SMAN 1
Kalasan mempunyai Kebijakan Mutu:
Dapat menghasilkan lulusan yang ber
BUDI:
Berbudaya : dalam olah rasa, karsa dan cipta
Ungggul : dalam bidang akademis dan non akademi
Disiplin : tertib kerja, tertib waktu, tertib administrasi
Inovatif : dalam pengembangan kratifitas
Mengembangkan sikap TAJAM:
Taqwa : mampu menjalankan ajaran agamanya
Amanah : dapat di percaya
Jujur : bersikap dan bertindak sesuai hati nurani
Antusias : mempunyai semangat dalam mewujudkan tujuan
Mandiri : mampu berbuat tanpa ketergantungan dari pihak lain
Untuk
mewujudkan di susun Rencana Pemenuhan Mutu melalui:
Sosialisasi Penerimaan Peserta
didik baru, KBM berbasis lingkungan, dan penelusuran tamatan.
dan juga di susun Program Sekolah, yaitu:
1.
Membentuk siswa agar
memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional dan
kecerdasan social.
2.
Mempersiapkan siswa
untuk masuk ke pendidikan yang lebih tinggi.
3.
Membentuk karakter
siswa: berbudi pekerti luhur, kerkepribadian sopan, santun, ramah, tertib,
disiplin, jujur, bekerja keras, pantang menyerah, religious, peduli, tangguh,
adil, kreatif, cinta tanah air, kasih sayang, toleransi, rendah hati dan cinta
damai.
4.
Setiap tahun minimal
empat kali menghadirkan orang tua siswa.
5.
Program tiga tertib:
tertib waktu, tertib kerja dan tertib administrasi.
Implementasi
SPMI di SMAN 1 Kalasan
Di SMAN 1 Kalasan telah di bentuk
tim Penjaminan Mutu Pendidikan di Sekolah. Tim pelaksana ini terdiri atas
penanggung jawab, ketua, sekretaris, bendahara dan 3 unit( unit pengembang
dokumen, unit pengendalian dokumen, dan unit kegiatan audit).
Rincian tugasnya yaitu:
Ketua:
1.
Memastikan bahwa proses
yang di perlukan untuk pelaksanaan SPMI di tetapkan, di terapkan dan di
pelihara.
2.
Melaporkan kepada
Kepala Sekolah tentang kinerja system penjaminan mutu internal sekolah dan
kebutuhan apa pun untuk perbaikannya.
3.
Mensosialisasikan
tentang program SPMI
4.
Menjadi penghubung
dengan pihak luar dalam masalah yang berkaitan dengan SPMI
Sekretaris:
1.
Mempersiapkan
administrasi SPMI.
2.
Mengarsipkan dokumen
SPMI.
3.
Mempersiapkan fasilitas
penyelenggaraan rapat SPMI.
4.
Mencatat notulen rapat
SPMI.
Bendahara:
1.
Mengelola dana alokasi
SPMI
2.
Menyiapkan konsumsi
rapat SPMI
Unit
Pengembang Dokumen:
1.
Menyusun dokumen SPMI
2.
Merevisi dokumen SPMI
3.
Menghapus dokumen SPMI
Unit
Pengendali Dokumen:
1.
Melakukan identifikasi
dokumen SPMI
2.
Mengontrol dan
mengendalikan dokumen SPMI
3.
Menyimpan dokumen SPMI
4.
Mendistribusikan
dokumen SMM
Unit
Kegiatan Audit:
1.
Merencanakan
pelaksanaan audit internal
2.
Menyelenggarakan audit
internal
3.
Merekap hasil audit
internal
Dari struktur yang sudah di susun
SMAN 1 Kalasan di atas terlihat bahwa SMAN 1 Kalasan telah mempersiapkan tim
untuk pelaksanaan penjaminan mutunya dengan baik. Struktur yang disusun masih
cukup sederhana namun di harapkan dapat mengampu seluruh hal berkaitan
pelaksanaan SPMI di sekolah, sehingga pelaksanaan SPMI dapat terkoordinasi dan
terencanakan dengan sebaik baiknya. Struktur dan uraian tugas yang di susun
oleh SMAN 1 Kalasan sangat baik bila dapat di ikuti oleh sekolah model di
Kalimantan Timur.
C.
Permasalahan
Pengembangan Sekolah Model
Program
pengembangan sekolah model adalah satu upaya untuk melaksanakan 8 SNP secara
lebih baik. Sekolah di tuntut untuk melaksanakan 5 siklus SPMI yakni memetakan
kondisi sekolah, melakukan perencanaan pemenuhan mutu, melakukan implementasi
pemenuhan mutu, melakukan audit mutu atau evaluasi diri, dan menetapkan standar
baru yang lebih dari standar sebelumnya. Dalam pelaksanaan pendampingan di
lakukan supervisi berkait pelaksanaan SPMI di sekolah, dan memperkuat paparan
dari fasilitator dari sekolah model sehingga dapat menambah pemahaman sekolah
model dan imbas tentang mekanisme pelaksanaan SPMI dan bagaimana memecahkan
permasalahan yang kira kira bisa timbul dalam pelaksanaan SPMI di sekolah.
Dalam
pelaksanaan pengembangan sekolah model di Yogyakarta hal yang menjadi kendala
antara lain:
1.
Keterbatasan
dana/anggaran
SMAN
1 Kalasan dalam pelaksanaan kegiatan dan upaya pemenuhan mutunya masih
terkendala pada pemenuhan sarana prasaranya, yang sampai saat ini masih
mengharuskan pada penarikan iuran dari siswa. Dana pengembangan sekolah ini
harus di tarik karena keterbatasan dana yang di berikan oleh pemerintah
sehingga sangat di butuhkan partisipasi siswa dalam upaya pemenuhan dan
pelaksanaan program di sekolah terutama untuk pemenuhan sarana prasarana
sekolah. Keterbatasan anggaran ini juga di rasakan oleh LPMP Yogyakarta dalam
pengembangan sekolah model di Yogyakarta. Hal ini yang menyebabkan LPMP
Yogyakarta hanya mampu melakukan pembinaan terhadap 4 sekolah di setiap
kabupaten kota di Yogyakarta sehingga dari 5 kab/kota hanya terdapat 20 sekolah
model.
2.
Juknis
Pengembangan Sekolah Model
Pengembangan
sekolah model yang di lakukan di tahun 2016 ini oleh Dikdasmen masih belum di
lengkapi oleh juknis juknis yang sampai kepada hal hal terkecil harus di
lakukan oleh sekolah seperti dalam penyiapan dokumen atau dalam melakukan audit
mutu. Penyelenggaraan pengembangan sekolah model di tahun 2016 ini Nampak
mengalami kemunduran di bandingkan dengan pelaksanaan SBSNP di tahun 2015. Pada
SBSNP tahapan telah sampai pada pelaksanaan audit mutu. Untuk LPMP Yogyakarta
hal ini tidak terlalu menjadi kendala karena LPMP Yogyakarta telah mempunyai
beragam pedoman dan panduan seputar pelaksanaan penjaminan mutu. Melalui
panduan panduan itulah selama ini LPMP Yogyakarta melakukan pendampingan
terhadap sekolah sekolah. Panduan panduan atau juknis harus terus di kembangkan
sehingga pada tahun mendatang proses pengembangan sekolah model bisa berjalan
dengan lebih baik.
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Tercapainya
tujuan pelaksanaan kegiatan Benchsmarking Pengembangan Sekolah Model yaitu ; dapat
mengetahui seberapa jauh kualitas pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Sekolah
Model di
Yogyakarta.
1.
LPMP Yogyakarta
melakukan pembinaan terhadap 4 sekolah model di masing masing Kab/Kota sehingga
sekolah model di Yogyakarta berjumlah 20 sekolah dan sekolah imbas berjumlah 5
untuk masing masing sekolah model sehingga berjumlah 100 sekolah imbas.
2.
LPMP Yogyakarta
mempunyai komitmen untuk melaksanakan pengembangan sekolah model atau sekolah
binaan selama 3 tahun sehingga dalam masa 3 tahun itu sekolah akan terus
mendapatkan pendampingan dan juga bantuan dana untuk kepentingan pengembangan
sekolah.
3.
LPMP Yogyakarta pada
tahun 2016 ini focus pada pelaksanaan pemetaan mutu sekolah model dan
penyusunan rencana pemenuhan mutu. Dua hal ini sangat di tekankan oleh LPMP
Yogyakarta terhadap sekolah model sehingga sekolah model dalam menjalankan
perencanaan berdasarkan kondisi real sekolah.
4.
Seluruh sekolah model diYogyakarta
telah relative memahami mekanisme pengembangan sekolah model, yakni di SMAN 1
Kalasan. Demikian juga dalam pengimbasan telah dapat di lakukan terhadap 5
sekolah di sekitarnya.
5.
Ketersediaan dokumen
seperti RKS(RKAS dan RPS, Kurikulum Sekolah (Dokumen 1), Dokumen rencana
pembentukan unit penjaminan mutu telah relative lengkap di Sekolah model di
Yogyakarta. Unit penjaminan mutu sekolah telah terbentuk dengan uraian tugas
yang sangat jelas.
6.
Sekolah model di
Yogyakarta masih terus berupaya memenuhi capaian 8 standar, untuk SMAN 1
Kalasan dalam pemenuhan standard sarana prasarana dan pembiayaan.
B.
Saran
Untuk pelaksanaan kedepannya agar :
1.
Persiapan
yang lebih baik ketika kegiatan sejenis sehingga kegiatan semacam Benchsmarking
bisa berjalan lebih lancar.
2.
Pendampingan
pengembangan SPMI di sekolah masing masing secara lebih intensif penyiapan perangkat dan dokumen sekolah
model sebagai upaya untuk peningkatan
mutu pendidikan di sekolah secara terus menerus.
3.
Mengimplementasikan
hasil pelaksanaan kegiatan di sekolah masing masing di Kalimantan Timur dan
Kalimantan Utara.
4.
Kedepan
perlu di lakukan perencanaan program secara lebih baik dengan pedoman, panduan
Sekolah Model, panduan Audit internal, Naskah Akademik dan analisis hasil
pemetaan yang ada.
5.
Meningkatkan
pencapaian SNP dengan terus melengkapi berbagai dokumen yang masih kurang.
6.
Bagi
Pemerintah Kabupaten/kota berdasarkan kewenanganya, wajib meningkatkan dan
memperbaiki terutama pada penyediaan fasilitas sekolah dan dalam pemenuhan pembiayaan.
7.
Pemerintah
daerah dapat memperluas pengembangan sekolah model ke sekolah lain dengan dana
daerah.
8.
Pemetaan
yang di lakukan oleh sekolah dapat menjadi dasar dalam upaya upaya peningkatan
mutu di 8 SNP di sekolah.
9.
Di
Butuhkan dukungan pendampingan dan supervise dari pengawas, disdik dan LPMP
secara terus menerus agar pelaksanaan pengembangan sekolah model bisa lebih
baik dan terus berkesinambungan, minimal selama masa 3 tahun sampai sekolah
mampu melaksanakan program secara mandiri.
10.
Dibutuhkan
fasilitasi proses penjaminan mutu secara terus menerus dengan program program
tindak lanjut sebagai respon dari permasalahan pendidikan yang di alami oleh
daerah/sekolah.