CONTOH LAPORAN BANCHSMARKING

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sistem pendidikan nasional yang didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia. Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan sebagaimana diamanatkan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005. Penjaminan mutu pendidikan ini bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Setiap satuan pendidikan beserta seluruh komponen didalamnya memiliki tanggungjawab dalam peningkatan dan penjaminan mutu pendidikan. Peningkatan mutu di satuan pendidikan tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya budaya mutu pada seluruh komponen satuan pendidikan. Untuk peningkatan mutu sekolah secara utuh dibutuhkan pendekatan yang melibatkan seluruh komponen satuan pendidikan (whole school approach) untuk bersama-sama memiliki budaya mutu. Agar penjaminan mutu dapat berjalan dengan baik di segala lapisan pengelolaan pendidikan telah dikembangkan sistem penjaminan mutu pendidikan yang terdiri dari Sistem Penjaminan Mutu Internal (SMPI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SMPE).

Sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan disebut sebagai SPMI. SPMI mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP. Sistem penjaminan mutu ini dievaluasi dan dikembangkan secara berkelanjutan oleh satuan pendidikan dan juga ditetapkan oleh satuan pendidikan untuk dituangkan dalam pedoman pengelolaan satuan pendidikan serta disosialisasikan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan. Agar pelaksanaan SPMI dapat dilakukan oleh seluruh satuan pendidikan dengan optimal, perlu dikembangkan satuan pendidikan yang akan menjadi model penerapan penjaminan mutu pendidikan secara mandiri, yang selanjutnya disebut sekolah model, sebagai gambaran langsung kepada satuan pendidikan lain yang akan menerapkan penjaminan mutu pendidikan sehingga terjadi pola pengimbasan pelaksanaan penjaminan mutu hingga ke seluruh satuan pendidikan di Indonesia.

Pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan membutuhkan keterlibatan seluruh komponen sekolah. Pembinaan akan dilakukan dengan pendekatan partisipatif yang melibatkan seluruh komponen pemangku kepentingan sekolah yaitu pengawas sekolah, kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, komite sekolah, orangtua dan siswa.

Pengelolaan sekolah menjadi tanggungjawab pemerintah daerah, sehingga dukungan pemerintah daerah sangat diperlukan saat LPMP melakukan pembinaan terhadap sekolah tersebut, karena setelah sekolah tersebut mampu melaksanakan penjaminan mutu pendidikan secara mandiri, sekolah akan berada dalam pembinaan pemerintah daerah.
Sekolah model akan dibina bersama sama oleh LPMP dibantu oleh fasilitator daerah. Pembinaan yang diterima oleh sekolah dalam bentuk pelatihan, pendampingan, supervisi serta monitoring dan evaluasi. Pembinaan tersebut dilakukan hingga sekolah tersebut mampu melaksanakan penjaminan mutu pendidikan secara mandiri.
Dalam menambah wawasan pengelola pelaksanaan Pengembangan Sekolah Model di LPMP Kalimantan Timur, maka perlu adanya pembelajaran pelaksanaan pengembangan sekolah model yang berkelanjutan di daerah lain yaitu di LPMP Yogyakarta yang dapat digunakan sebagai acuhan pengembangan tahun yang akan datang.
B.     Dasar Hukum
a.         Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.        Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
c.         Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
d.        Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 49 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan;
e.         Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan;
f.         Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
g.        Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 37 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan;
h.        DIPA LPMP Kalimantan Timur tahun 2016

C.     Maksud dan Tujuan
Pelaksanaan kegiatan bertujuan:
1.        Memberikan pemahaman kepada pengelola program pengembangan sekolah model dan pegawai LPMP Kalimantan Timur lain tentang Program Sekolah model di LPMP Yogyakarta.
2.        Menambah keterampilan dengan melihat mekanisme pelaksanaan sistem Penjaminan Mutu  Internal di sekolah model Yogyakarta.
3.        Melihat Mekanisme Pemetaan mutu di sekolah dan penyusunan rencana pemenuhan mutu serta pelaksanaan pemenuhan mutu di sekolah model Yogyakarta.
4.        Melihat mekanisme pendampingan , pengimbasan  sekolah model serta monitoring dan evaluasi di sekolah model Yogyakarta

D. Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan Banchmarking Sekolah Model adalah:
1.        Pendalaman pemahaman tentang pengembangan sekolah model dan bagaimana menerapkan siklus penjaminan mutu internal mulai dari memetakan mutu, perencanaan peningkatan mutu, implementasi peningkatan mutu, monitoring dan evaluasi hingga penetapan standar baru serta strategi baru.
2.        Penguatan tentang bagaimana menjalankan pengelolaan dan pembelajaran sekolah yang ideal serta bagaimana cara meningkatkan kualitas pengelolaan dan pembelajaran di sekolah
3.        Pendalaman bagaimana melakukan pendampingan dan pengimbasan praktek penjaminan mutu internal kepada sekolah lain.
  
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan kegiatan Benchsmarking Pengembangan sekolah model LPMP Kalimantan Timur ke LPMP Yogyakarta di laksanakan pada tanggal 19  sd 23 Desember 2016. Tempat pelaksanaan kegiatan yaitu di LPMP Yogyakarta dan Sekolah model binaan LPMP Yogyakarta yaitu SMAN 1 Kalasan, Kab. Sleman Yogyakarta

B. Sasaran
   1. LPMP Yogyakarta
   2. Sekolah Model binaan LPMP Yogyakarta, yaitu SMAN 1 Kalasan, Kab. Sleman Yogyakarta

HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

Pengembangan sekolah model dalam rangka program         penjaminan  mutu        pendidikan di setiap satuan pendidikan  merupakan  tugas  LPMP.  Salah  satu  bentuk  kegiatan  dalam  program penjaminan  mutu  tersebut  adalah  peningkatan kualitas pengelola program dalam pemahaman mengenai pengembangan sekolah model. Kegiatan  Benchsmarking Sekolah Model di harapkan dapat menambah wawasan pengelola program dalam pelaksanaan program di tahun mendatang.  diharapkan dapat menghasilkan informasi penting           terkait  dengan keterlaksanaan dan permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan implementasi SPMI.

Melalui Benchsmarking Sekolah Model ini juga diharapkan permasalahan-permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan pengembangan sekolah model dapat dipecahkan dengan baik melalui sharing dengan LPMP Yogyakarta dan melihat secara langsung pelaksanaan sekolah model di SMAN 1 Kalasan, Sleman Yogyakarta.

A.                Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Sekolah Model LPMP Yogyakarta

Kegiatan pengembangan sekolah model di LPMP Yogyakarta telah berlangsung dengan baik sebagaimana pengembangan sekolah model di LPMP Kalimantan Timur. LPMP Yogyakarta mempunyai sekolah model sebanyak 4 sekolah di setiap Kab/Kota untuk masing masing jenjang SD, SMP, SMA dan SMK sehingga sekolah model hanya berjumlah 20 untuk 5 Kab/Kota di Yogyakarta, ditambah sekolah imbas sebanyak 5 untuk masing masing sekolah model atau 100 sekolah imbas. Jumlah ini berbeda jauh dengan jumlah sekolah model di LPMP Kalimantan Timur yang berjumlah 216 untuk 15 Kab/Kota di Propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Jumlah Imbas sebanyak 604 sekolah atau 3 sekolah setiap sekolah model.

LPMP Yogyakarta juga telah melaksanakan kegiatan kegiatan pengembangan sekolah model sesuai dengan juknis dari pusat seperti melakukan Workshop, pendampingan dan pengimbasan.

Pemetaan Mutu Satuan pendidikan
Pemetaan mutu menjadi hal yang sangat penting di lakukan sekolah karena menjadi siklus pertama bagi 5 siklus SPMI. Dalam kegiatan pemetaan mutu di lakukan identifikasi terhadap setiap kelebihan atau kekurangan sekolah dengan instrumen yang di pergunakan dapat dari instrumen EDS, atau instrumen akreditasi sekolah dan instrumen lainya. Menetapkan permasalahan dan akar permasalahan yang dihadapi oleh sekolah terkait pemenuhan SNP berdasarkan indikator kondisi sekolah yang capaiannya kurang dari standar . Dilakukan analisis terhadap hasil pemetaan,  proses pengolahan dan analisis data sesuai dengan hasil  untuk mengidentifikasi hal yang perlu diperbaiki untuk pemenuhan mutu pendidikan.

Dalam pelaksanaan pemetaan LPMP Yogyakarta melakukan pemetaan bukan dengan instrumen pemetaan yang di lakukan oleh Dikdasmen, tetapi dengan aplikasi instrumen tersendiri dengan alasan ketiadaan waktu bila harus menunggu hasil pengisian instrumen PMP dari pusat. Sekolah model melakukan pengisian instrumen bersama sama dengan LPMP untuk kemudian bersama sama di lakukan analisis terhadap kondisi sekolah, di mana kekurangan dan kelebihan sekolah untuk kemudian di susun rencana pemenuhan mutu. LPMP Yogyakarta memfasilitasi pemetaan ini agar sekolah benar benar dapat melihat diri sendiri secara jujur sehingga hal yang masih menjadi kekurangan dapat benar benar terlihat dan kemudian dilakukan perbaikan.

Penyusunan Rencana Pemenuhan Mutu
Setelah pemetaan di lakukan LPMP Yogyakarta juga melakukan pendampingan melalui penyusunan Rencana pemenuhan mutu oleh sekolah binaan. Rencana pemenuhan mutu adalah langkah kedua dalam siklus SPMI, yakni menyusun perencanaan berdasarkan hasil pemetaan yang sudah di lakukan. Dalam penyusunan perencanaan di hal hal yang masih menjadi kelemahan sekolah, dalam standar nasional pendidikan di lakukan perencanaan untuk perbaikan. Hasil dari langkah kedua ini adalah adanya dokumen dokumen semacam RKS, RKT, RKJM, dokumen 1.

Pemenuhan dan peningkatan mutu berdasarkan SNP dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu (1) mutu pengelolaan sekolah dan (2) mutu kurikulum dan pembelajaran. Merupakan kelanjutan dari perencanaan yang sudah di laksanakan. Untuk Pelaksanaan implementasi harus disediakan juga tools atau perangkat pendukung seperti adanya dokumen kebijakan mutu, manual mutu, instruksi kerja dan ketersediaan borang/formulir formulir pendukung. LPMP Yogyakarta melakukan penjaminan mutu dengan tools yang biasa di pergunakan dalam sistem manajemen berbasis ISO, sehingga semua di lengkapi dengan formulir formulir dan dokumen dokumen. Sistem manajemen berbasis ISO ini menghendaki untuk selalu mendokumenkan semua hal yang di lakukan dalam manajemen, maka semua yang di lakukan harus di catat dan semua yang di catat harus di lakukan.

Pelaksanaan Evaluasi diri menjadi siklus berikutnya dari SPMI setelah implementasi. Yaitu untuk melihat sejauh mana capaian pelaksanaan program pemenuhan mutu yang sudah di laksanakan oleh sekolah dalam pengelolaan manajemen atau dalam pengelolaan pembelajaran. Audit mutu ini bisa di laksanakan bila sekolah model telah menjalankan system manajemen mutu dalam jangka yang lama, untuk sekolah baru belum bisa di lakukan pendampingan menyangkut audit mutu internal karena implementasi pemenuhan mutu baru bisa di laksanakan di tahun berikutnya. Sehingga bila pemetaan dan penyusunan rencana pemenuhan mutu di susun di tahun 2016 maka tahun 2017 baru bisa di lakukan audit mutu internal atau pemetaan untuk siklus berikutnya.

Pembentukan Tim SPMI Sekolah
Pembentukan tim system penjaminan mutu internal di sekolah dimaksudkan untuk melaksanakan SPMI di sekolah, secara garis besar di pimpin oleh Kepala Sekolah dan tenaga PTK yang di tunjuk. tim SPMI ini bertugas menjalankan segala aspek berkait pelaksanaan SPMI dari proses pemetaan , Perencanaan pemenuhan mutu, implementasi pemenuhan mutu, evaluasi dan penetapan standar baru oleh sekolah. Tugas mereka antara lain menyiapkan dokumen dokumen pelaksanaan dan dokumen evaluasi serta format format pendukung implementasi dan evaluasi. LPMP Yogyakarta sangat menekankan kepada pembentukan tim SPMI di sekolah agar ada tim di sekolah yang bergerak mengurusi system penjaminan mutu di sekolah. Dengan pembentukan tim ini di harapkan sekolah dapat mengimplementasikan SPMI sedikit demi sedikit, melengkapi system manajemen, melengkapi dokumen dokumen dan formulir formulir dari Kebijakan mutu, manual mutu, prosedur mutu, instruksi kerja sampai borang borang yang di pergunakan.

Pendampingan  Sekolah Model/Pengimbasan ke sekolah Imbas
Sekolah model di harapkan dapat menjadi sekolah contoh bagi pelaksanaan SPMI terhadap sekolah lain. Namun sekolah mempunyai kewajiban untuk mengimbaskan pelaksanaan SPMI kepada sekolah lain di sekitarnya. LPMP Yogyakarta melakukan pendampingan selama beberapa kali dalam setahun. Impelementasi pengembangan sekolah model di lakukan selama masa minimal 3 tahun karena berdasarkan pengalaman LPMP Yogyakarta sekolah baru bisa menjalankan mandiri setelah masa minimal 3 tahun. Sekolah model melakukan pendampingan terhadap 5 sekolah imbas , sekolah sekolah di sekitarnya agar dapat pula melakukan dan menerapkan SPMI.

B.                 Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Sekolah Model SMAN 1 Kalasan, Kab. Sleman Yogyakarta
SMAN 1 Kalasan adalah salah satu sekolah model binaan LPMP Yogyakarta. Benchsmarking ke SMAN 1 Kalasan di maksudkan untuk melihat sejauh mana implementasi pengembangan sekolah model sudah di laksanakan.

Profil SMAN 1 Kalasan
SMAN 1 Kalasan mempunyai tenaga pendidik sebanyak 55 orang(PNS:35, S2:11), tenaga kependidikan sebanyak 20 orang(PNS: 5). Jumlah siswa 670 anak dengan jumlah rombel 24 kelas. Nilai akreditasi SMAN 1 Kalasan sangat tinggi yakni mencapai 99,03 dengan nilai integritas pelaksanaan UN sebesar 92,47 yang juga berkategori tinggi. SMAN 1 Kalasan selama ini juga telah menerapkan manajemen ISO 9001 – 2008. SMAN 1 Kalasan mempunyai Kebijakan Mutu:
Dapat menghasilkan lulusan yang ber BUDI:
Berbudaya       : dalam olah rasa, karsa dan cipta
Ungggul          : dalam bidang akademis dan non akademi
Disiplin            : tertib kerja, tertib waktu, tertib administrasi
Inovatif           : dalam pengembangan kratifitas
Mengembangkan sikap TAJAM:
Taqwa             : mampu menjalankan ajaran agamanya
Amanah           : dapat di percaya
Jujur                : bersikap dan bertindak sesuai hati nurani
Antusias          : mempunyai semangat dalam mewujudkan tujuan
Mandiri           : mampu berbuat tanpa ketergantungan dari pihak lain

Untuk mewujudkan di susun Rencana Pemenuhan Mutu melalui:
Sosialisasi Penerimaan Peserta didik baru, KBM berbasis lingkungan, dan penelusuran tamatan.
dan juga di susun Program Sekolah, yaitu:
1.             Membentuk siswa agar memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional dan kecerdasan social.
2.             Mempersiapkan siswa untuk masuk ke pendidikan yang lebih tinggi.
3.             Membentuk karakter siswa: berbudi pekerti luhur, kerkepribadian sopan, santun, ramah, tertib, disiplin, jujur, bekerja keras, pantang menyerah, religious, peduli, tangguh, adil, kreatif, cinta tanah air, kasih sayang, toleransi, rendah hati dan cinta damai.
4.             Setiap tahun minimal empat kali menghadirkan orang tua siswa.
5.             Program tiga tertib: tertib waktu, tertib kerja dan tertib administrasi.

Implementasi SPMI di SMAN 1 Kalasan
Di SMAN 1 Kalasan telah di bentuk tim Penjaminan Mutu Pendidikan di Sekolah. Tim pelaksana ini terdiri atas penanggung jawab, ketua, sekretaris, bendahara dan 3 unit( unit pengembang dokumen, unit pengendalian dokumen, dan unit kegiatan audit).
Rincian tugasnya yaitu:
Ketua:
1.             Memastikan bahwa proses yang di perlukan untuk pelaksanaan SPMI di tetapkan, di terapkan dan di pelihara.
2.             Melaporkan kepada Kepala Sekolah tentang kinerja system penjaminan mutu internal sekolah dan kebutuhan apa pun untuk perbaikannya.
3.             Mensosialisasikan tentang program SPMI
4.             Menjadi penghubung dengan pihak luar dalam masalah yang berkaitan dengan SPMI

Sekretaris:
1.             Mempersiapkan administrasi SPMI.
2.             Mengarsipkan dokumen SPMI.
3.             Mempersiapkan fasilitas penyelenggaraan rapat SPMI.
4.             Mencatat notulen rapat SPMI.

Bendahara:
1.             Mengelola dana alokasi SPMI
2.             Menyiapkan konsumsi rapat SPMI

Unit Pengembang Dokumen:
1.             Menyusun dokumen SPMI
2.             Merevisi dokumen SPMI
3.             Menghapus dokumen SPMI

Unit Pengendali Dokumen:
1.             Melakukan identifikasi dokumen SPMI
2.             Mengontrol dan mengendalikan dokumen SPMI
3.             Menyimpan dokumen SPMI
4.             Mendistribusikan dokumen SMM

Unit Kegiatan Audit:
1.             Merencanakan pelaksanaan audit internal
2.             Menyelenggarakan audit internal
3.             Merekap hasil audit internal

Dari struktur yang sudah di susun SMAN 1 Kalasan di atas terlihat bahwa SMAN 1 Kalasan telah mempersiapkan tim untuk pelaksanaan penjaminan mutunya dengan baik. Struktur yang disusun masih cukup sederhana namun di harapkan dapat mengampu seluruh hal berkaitan pelaksanaan SPMI di sekolah, sehingga pelaksanaan SPMI dapat terkoordinasi dan terencanakan dengan sebaik baiknya. Struktur dan uraian tugas yang di susun oleh SMAN 1 Kalasan sangat baik bila dapat di ikuti oleh sekolah model di Kalimantan Timur.

C.                Permasalahan Pengembangan Sekolah Model
Program pengembangan sekolah model adalah satu upaya untuk melaksanakan 8 SNP secara lebih baik. Sekolah di tuntut untuk melaksanakan 5 siklus SPMI yakni memetakan kondisi sekolah, melakukan perencanaan pemenuhan mutu, melakukan implementasi pemenuhan mutu, melakukan audit mutu atau evaluasi diri, dan menetapkan standar baru yang lebih dari standar sebelumnya. Dalam pelaksanaan pendampingan di lakukan supervisi berkait pelaksanaan SPMI di sekolah, dan memperkuat paparan dari fasilitator dari sekolah model sehingga dapat menambah pemahaman sekolah model dan imbas tentang mekanisme pelaksanaan SPMI dan bagaimana memecahkan permasalahan yang kira kira bisa timbul dalam pelaksanaan SPMI di sekolah.
Dalam pelaksanaan pengembangan sekolah model di Yogyakarta hal yang menjadi kendala antara lain:
1.             Keterbatasan dana/anggaran
SMAN 1 Kalasan dalam pelaksanaan kegiatan dan upaya pemenuhan mutunya masih terkendala pada pemenuhan sarana prasaranya, yang sampai saat ini masih mengharuskan pada penarikan iuran dari siswa. Dana pengembangan sekolah ini harus di tarik karena keterbatasan dana yang di berikan oleh pemerintah sehingga sangat di butuhkan partisipasi siswa dalam upaya pemenuhan dan pelaksanaan program di sekolah terutama untuk pemenuhan sarana prasarana sekolah. Keterbatasan anggaran ini juga di rasakan oleh LPMP Yogyakarta dalam pengembangan sekolah model di Yogyakarta. Hal ini yang menyebabkan LPMP Yogyakarta hanya mampu melakukan pembinaan terhadap 4 sekolah di setiap kabupaten kota di Yogyakarta sehingga dari 5 kab/kota hanya terdapat 20 sekolah model.

2.             Juknis Pengembangan Sekolah Model
Pengembangan sekolah model yang di lakukan di tahun 2016 ini oleh Dikdasmen masih belum di lengkapi oleh juknis juknis yang sampai kepada hal hal terkecil harus di lakukan oleh sekolah seperti dalam penyiapan dokumen atau dalam melakukan audit mutu. Penyelenggaraan pengembangan sekolah model di tahun 2016 ini Nampak mengalami kemunduran di bandingkan dengan pelaksanaan SBSNP di tahun 2015. Pada SBSNP tahapan telah sampai pada pelaksanaan audit mutu. Untuk LPMP Yogyakarta hal ini tidak terlalu menjadi kendala karena LPMP Yogyakarta telah mempunyai beragam pedoman dan panduan seputar pelaksanaan penjaminan mutu. Melalui panduan panduan itulah selama ini LPMP Yogyakarta melakukan pendampingan terhadap sekolah sekolah. Panduan panduan atau juknis harus terus di kembangkan sehingga pada tahun mendatang proses pengembangan sekolah model bisa berjalan dengan lebih baik.

KESIMPULAN

A.                Kesimpulan

Tercapainya tujuan pelaksanaan kegiatan Benchsmarking Pengembangan Sekolah Model yaitu ; dapat mengetahui seberapa jauh kualitas pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Sekolah Model di Yogyakarta.
1.             LPMP Yogyakarta melakukan pembinaan terhadap 4 sekolah model di masing masing Kab/Kota sehingga sekolah model di Yogyakarta berjumlah 20 sekolah dan sekolah imbas berjumlah 5 untuk masing masing sekolah model sehingga berjumlah 100 sekolah imbas.
2.             LPMP Yogyakarta mempunyai komitmen untuk melaksanakan pengembangan sekolah model atau sekolah binaan selama 3 tahun sehingga dalam masa 3 tahun itu sekolah akan terus mendapatkan pendampingan dan juga bantuan dana untuk kepentingan pengembangan sekolah.
3.             LPMP Yogyakarta pada tahun 2016 ini focus pada pelaksanaan pemetaan mutu sekolah model dan penyusunan rencana pemenuhan mutu. Dua hal ini sangat di tekankan oleh LPMP Yogyakarta terhadap sekolah model sehingga sekolah model dalam menjalankan perencanaan berdasarkan kondisi real sekolah.
4.             Seluruh sekolah model diYogyakarta telah relative memahami mekanisme pengembangan sekolah model, yakni di SMAN 1 Kalasan. Demikian juga dalam pengimbasan telah dapat di lakukan terhadap 5 sekolah di sekitarnya.
5.             Ketersediaan dokumen seperti RKS(RKAS dan RPS, Kurikulum Sekolah (Dokumen 1), Dokumen rencana pembentukan unit penjaminan mutu telah relative lengkap di Sekolah model di Yogyakarta. Unit penjaminan mutu sekolah telah terbentuk dengan uraian tugas yang sangat jelas.
6.             Sekolah model di Yogyakarta masih terus berupaya memenuhi capaian 8 standar, untuk SMAN 1 Kalasan dalam pemenuhan standard sarana prasarana dan pembiayaan.

B.                 Saran
Untuk pelaksanaan kedepannya agar :
1.                  Persiapan yang lebih baik ketika kegiatan sejenis sehingga kegiatan semacam Benchsmarking bisa berjalan lebih lancar.
2.                  Pendampingan pengembangan SPMI di sekolah masing masing secara lebih intensif  penyiapan perangkat dan dokumen sekolah model  sebagai upaya untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah secara terus menerus.
3.                  Mengimplementasikan hasil pelaksanaan kegiatan di sekolah masing masing di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
4.                  Kedepan perlu di lakukan perencanaan program secara lebih baik dengan pedoman, panduan Sekolah Model, panduan Audit internal, Naskah Akademik dan analisis hasil pemetaan yang ada.
5.                  Meningkatkan pencapaian SNP dengan terus melengkapi berbagai dokumen yang masih kurang.
6.                  Bagi Pemerintah Kabupaten/kota berdasarkan kewenanganya, wajib meningkatkan dan memperbaiki terutama pada penyediaan fasilitas sekolah dan dalam pemenuhan pembiayaan.
7.                  Pemerintah daerah dapat memperluas pengembangan sekolah model ke sekolah lain dengan dana daerah.
8.                  Pemetaan yang di lakukan oleh sekolah dapat menjadi dasar dalam upaya upaya peningkatan mutu di 8 SNP di sekolah.
9.                  Di Butuhkan dukungan pendampingan dan supervise dari pengawas, disdik dan LPMP secara terus menerus agar pelaksanaan pengembangan sekolah model bisa lebih baik dan terus berkesinambungan, minimal selama masa 3 tahun sampai sekolah mampu melaksanakan program secara mandiri.
10.              Dibutuhkan fasilitasi proses penjaminan mutu secara terus menerus dengan program program tindak lanjut sebagai respon dari permasalahan pendidikan yang di alami oleh daerah/sekolah.